A.
Hakikat Istighfar dan Taubat
Sebagian besar orang menyangka bahwa istighfar
dan taubat hanyalah cukup dengan lisan semata. Mereka mengucapkan, "Aku
memohon ampunan kepada Allah dan bertaubat kepadaNya" Namun tidak membekas
dalam hati, juga tidak berpengaruh dalam sendi kehidupan. Sesungguhnya yang
demikian ini adalah perbuatan orang-orang dusta.
Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani menerangkan: "Dalam istilah syara', taubat adalah meninggalkan dosa karena keburukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang bisa diulangi (diganti). Jika keempat hal itu telah terpenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna."
Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani menerangkan: "Dalam istilah syara', taubat adalah meninggalkan dosa karena keburukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang bisa diulangi (diganti). Jika keempat hal itu telah terpenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna."
Imam An-Nawawi menjelaskan: "Para ulama
berkata, 'Bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat (dosa)
itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak
manusia maka syaratnya ada tiga. Pertama, hendaknya ia menjauhi maksiat
tersebut. Kedua, ia harus enyesali perbuatan (maksiat)nya. Ketiga, ia harus
berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi. Jika salah satunya hilang, maka
taubatnya tidak sah.
Jika taubat itu berkaitan dengan manusia maka
syaratnya ada empat. Ketiga syarat di atas dan keempat, hendaknya ia
membebaskan diri (memenuhi) hak orang tersebut. Jika berbentuk harta benda atau
sejenisnya maka ia harus mengembalikannya. Jika berupa had (hukuman) tuduhan
atau sejenisnya maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalasnya atau
meminta maaf kepadanya. Jika berupa ghibah (menggunjing), maka ia harus meminta
maaf."
Adapun istighfar, sebagaimana diterangkan Imam
Ar-Raghib Al-Ashfahani adalah "Meminta (ampunan) dengan ucapan dan
perbuatan. Dan firman Allah: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya
Dia Maha Pengampun." (Nuh: 10). Tidaklah berarti bahwa mereka
diperintahkan meminta ampun hanya dengan lisan semata, tetapi dengan lisan dan
perbuatan. Bahkan hingga dikatakan, memohon ampun (istighfar) hanya dengan
lisan saja tanpa disertai perbuatan adalah pekerjaan para pendusta.