Kyai Haji Nahrowi Dalhar atau Mbah Dalhar
dikenal sebagai ulama yang mumpuni. Belum lama ini sosok
Kyai Ahmad Abdul Haq meninggal dunia. Kyai kharismatik ini adalah putra dari
kyai Dalhar yang juga dikenal sebagai salah satu wali yang masyhur di tanah
Jawa. Mbah Dalhar begitu panggilan akrabnya adalah mursyid thoriqoh Syadziliyah
dan dikenal sebPagai seorang yang wara’ dan menjadi teladan masyarakat.
Kyai Haji Dalhar , Watucongol, Magelang dikenal sebagai salah
satu guru para ulama. Kharisma dan ketinggian ilmunya menjadikan rujukan umat
Islam untuk menimba ilmu. Mbah Dalhar, begitu panggilan akrabnya adalah sosok
yang disegani sekaligus panutan umat Islam, terutama di Jawa Tengah. Salah satu
mursyid thoriqoh Syadziliyah ini dikenal juga menelorkan banyak ulama yang
mumpuni.
Semasa kanak-kanak, Mbah Dalhar belajar Al-Qur’an dan beberapa
dasar ilmu keagamaan pada ayahnya sendiri. Pada usia 13 tahun baru mondok di
pesantren. Ia dititipkan oleh ayahnya pada Mbah Kyai Mad Ushul (begitu sebutan
masyhurnya) di Dukuh Mbawang, Ngadirejo, Salaman, Magelang. Di bawah bimbingan
Mbah Mad Ushul, ia belajar ilmu tauhid selama kurang lebih 2 tahun.
Kemudian tercatat juga mondok di Pondok Pesantren
Al-Kahfi Somalangu, Kebumen pada umur 15 tahun. Pesantren ini dipimpin oleh
Syeikh As Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani atau yang ma’ruf
dengan laqobnya Syeikh Abdul Kahfi Ats-Tsani. Selama delapan tahun mbah Kyai
Dalharbelajar di pesantren ini. Selama itulah Mbah Dalhar berkhidmah di ndalem
pengasuh. Hal itu terjadi atas dasar permintaan ayahnya kepada Syeikh As Sayid
Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani.
Jalan Kaki dan Pemberian Nama Baru
Tidak hanya di daerah sekitar Mbah Dalhar menimba ilmu. Di
Makkah Mukaramah berliau berguru kepada beberapa alim ulama yang masyhur.
Perjalalannya ke tanah suci untuk menuntut ilmu terjadi pada tahun 1314 H/1896
M. Mbah Kyai Dalhar diminta oleh gurunya, Syeikh As Sayid Ibrahim bin Muhammad
Al-Jilani Al-Hasani untuk menemani putera laki-laki tertuanya Sayid Abdurrahman
Al-Jilani Al-Hasani untuk menuntut ilmu di Mekkah. Syeikh As Sayid Ibrahim bin
Muhammad Al-Jilani Al-Hasani berkeinginan menyerahkan pendidikan puteranya
kepada shohib beliau yang menjadi mufti syafi’iyyah Syeikh As Sayid Muhammad
Babashol Al-Hasani Keduanya berangkat ke Makkah dengan menggunakan kapal laut
melalui pelabuhan Tanjung Mas, Semarang.
Ada sebuah kisah menarik tentang perjalanan keduanya. Selama
perjalanan dari Kebumen dan singgah di Muntilan, kemudian lanjut sampai di
Semarang, Mbah Dalhar memilih tetap berjalan kaki sambil menuntun kuda yang
dikendarai oleh Sayid Abdurrahman. Hal ini dikarenakan sikap takdzimnya kepada
sang guru. Padahal Sayid Abdurrahman telah mempersilahkan mbah Kyai Dalhar agar
naik kuda bersama
Di Makkah (waktu itu masih bernama Hijaz), mbah Kyai Dalhar dan
Sayid Abdurrahman tinggal di rubath (asrama tempat para santri tinggal) Syeikh
As Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani yaitu didaerah Misfalah. Sayid Abdurrahman
dalam rihlah ini hanya sempat belajar pada Syeikh As Sayid Muhammad Babashol
Al-Hasani selama 3 bulan, karena beliau diminta oleh gurunya dan para ulama
Hijaz untuk memimpin kaum muslimin mempertahankan Makkah dan Madinah dari
serangan sekutu.
Sementara itu mbah Kyai Dalhar diuntungkan dengan dapat belajar
ditanah suci tersebut hingga mencapai waktu 25 tahun. Syeikh As_Sayid Muhammad
Babashol Al-Hasani inilah yang kemudian memberi nama “Dalhar” pada mbah Kyai
Dalhar. Hingga ahirnya beliau memakai nama Nahrowi Dalhar. Dimana nama Nahrowi
adalah nama asli beliau. Dan Dalhar adalah nama yang diberikan untuk beliau
oleh Syeikh As Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani. Rupanya atas kehendak Allah
SWT, mbah Kyai Nahrowi Dalhar akhirnya lebih masyhur dengan
nama pemberian sang guru yaitu Mbah Kyai “Dalhar”. Allahu Akbar.
Ketika berada di Hijaz inilah mbah Kyai Dalhar memperoleh ijazah
kemursyidan Thoriqoh As-Syadziliyyah dari Syeikh Muhtarom Al-Makki dan ijazah
aurad Dalailil Khoirot dari Sayid Muhammad Amin Al-Madani. Dimana kedua
amaliyah ini dibelakang waktu menjadi bagian amaliah rutin yang memasyhurkan.
Mbah Kyai Dalhar adalah seorang ulama yang senang melakukan
riyadhoh. Sehingga pantas saja jika menurut riwayat shohih yang berasal dari
para ulama ahli haqiqot sahabat-sahabatnya, beliau adalah orang yang amat akrab
dengan nabiyullah Khidhir as. Sampai-sampai ada putera beliau yang diberi nama
Khidir karena tafaullan dengan nabiyullah tersebut. Sayang putera beliau ini
yang cukup ‘alim walau masih amat muda dikehendaki kembali oleh Allah Swt
ketika usianya belum menginjak dewasa.
Selama di tanah suci, mbah Kyai Dalhar pernah melakukan khalwat
selama 3 tahun disuatu goa yang teramat sempit tempatnya. Dan selama itu pula
beliau melakukan puasa dengan berbuka hanya memakan 3 buah biji kurma saja
serta meminum seteguk air zamzam secukupnya. Dari bagian riyadhahnya, beliau
juga pernah melakukan riyadhah khusus untuk mendoakan para keturunan beliau
serta para santri – santrinya. Dalam hal adab selama ditanah suci, mbah Kyai
Dalhar tidak pernah buang air kecil ataupun air besar di tanah Haram. Ketika
merasa perlu untuk qadhoil hajat, beliau lari keluar tanah Haram.
Selain mengamalkan dzikir jahr ‘ala thoriqotis syadziliyyah,
mbah Kyai Dalhar juga senang melakukan dzikir sirr. Ketika sudah tagharruq
dengan dzikir sirrnya ini, mbah Kyai Dalhar dapat mencapai 3 hari 3 malam tak
dapat diganggu oleh siapapun. Dalam hal thoriqoh As-Syadziliyyah ini menurut
kakek penulis KH Ahmad Abdul Haq, beliau mbah Kyai Dalhar menurunkan ijazah
kemursyidan hanya kepada 3 orang. Yaitu, Kyai Iskandar Salatiga, KH Dimyathi
Banten dan kakek penulis sendiri yaitu KH Ahmad Abdul Haq.
Sahrallayal (meninggalkan tidur malam) adalah juga bagian dari
riyadhah mbah Kyai Dalhar. Sampai dengan sekarang, meninggalkan tidur malam ini
menjadi bagian adat kebiasaan yang berlaku bagi para putera -putera di
Watucongol.
Murid dan
Karya-karyanya
Karya mbah Kyai Dalhar yang sementara
ini dikenal dan telah
beredar secara umum adalah Kitab Tanwirul Ma’ani. Sebuah karya tulis berbahasa
Arab tentang manaqib Syeikh As-Sayid Abil Hasan ‘Ali bin Abdillah bin Abdil
Jabbar As-Syadzili Al-Hasani, imam thoriqoh As-Syadziliyyah. Selain itu yang masih
dalam penelitian, yaitu salah satu karya tulis tentang shorof, setelah ditashih
kepada KH Ahmad Abdul Haq ternyata benar karya beliau adalah kitab shorof
susunan Syeikh As-Sayid Mahfudz bin Abdurrahman Somalangu. Karena beliau pernah
mengajar di Watucongol, setelah menyusun kitab tersebut di Tremas. Dimana pada
saat tersebut belum muncul tashrifan ala Jombang.
Banyak sekali tokoh-tokoh ulama terkenal negeri ini yang sempat
berguru kepada beliau semenjak sekitar tahun 1920 – 1959. Diantaranya adalah KH
Mahrus Lirboyo, KH Dimyathi Banten, KH
Marzuki Giriloyo dan lain sebagainya. Sesudah mengalami sakit selama kurang
lebih 3 tahun, Mbah Kyai Dalhar wafat pada hari Rabu Pon, 29 Ramadhan 1890 –
Jimakir (1378 H) atau bertepatan dengan 8 April 1959 M. Ada yang meriwayatkan
jika beliau wafat pada 23 Ramadhan 1959. Akan tetapi 23 Ramadhan 1959 bukanlah
hari Rabu namun jatuh hari Kamis Pahing. (Oleh: Nurul Huda)
No comments:
Post a Comment